Oleh: Fahmi Salim, MA.
Bagi umat muslim sedunia, baik sunni maupun syiah, peringatan Asyura sangatlah populer. Bagi syiah, Asyura adalah momen penting dimana mereka memperingati syahidnya Sayyidina Husein putra Khalifah Ali bin Abi Thalib di padang Karbala’. Bagi umat Sunni, ‘Asyura terkenal dengan puasa sunnahnya dan lebaran anak yatim.
Sebelum Islam, Hari Asyura sudah menjadi hari peringatan dimana beberapa orang Mekkah biasanya melakukan puasa (HR. Aisyah).
Ketika Nabi Muhammad melakukan hijrah ke Madinah, ia mengetahui bahwa Yahudi di daerah tersebut berpuasa pada hari Asyura - bisa jadi saat itu merupakan hari besar Yahudi Yom Kippur (selamatnya Nabi Musa dan Bani Israel dari kejaran Fir’aun saat eksodus dari Mesir). Saat itu, beliau menyatakan bahwa “Aku lebih berhak dari kalian (Yahudi) dalam menghormati Musa”, dan beliau perintahkan umat Muslim berpuasa pada hari itu. (HR. Ibnu ‘Abbas)
Beberapa pakar tafsir seperti al-Thabari, al-Zamakhsyari, al-Alusi, dan Syekh Nawawi al-Bantani mengaitkan ‘Asyura dengan peristiwa-peristiwa penting dalam perjuangan para nabi dan rasul. Setidaknya, bersumber dari riwayat-riwayat Abdullah ibn ‘Abbas yang digelari ‘Tarjuman al-Qur’an’ –Juru Bicara Al-Qur’an- dan beberapa muridnya, Asyura adalah hari istimewa terjadinya peristiwa berikut: 1) Allah swt menerima taubatnya Nabi Adam a.s., 2) Bebasnya Nabi Nuh dan ummatnya dari banjir besar. 3) Nabi Ibrahim selamat dari apinya Namrudz. 4) Nabi Yunus keluar dari perut ikan dan taubatnya diterima oleh Allah swt. 5) Kesembuhan Nabi Yakub dari kebutaan dan ia dibawa bertemu dengan Nabi Yusuf. 6) Nabi Musa selamat dari kejaran pasukan Fir'aun. 7) Nabi Isa diangkat ke langit setelah usaha Roma untuk menangkap dan menyalibnya gagal.
Sejauh mana validitas dan keakuratan berita kaitan ‘Asyura dengan even-even historis itu tidak sebegitu penting lebih dari upaya kita mengambil hikmahnya. Penulis menyimpulkan, bahwa ia adalah hari kemenangan dakwah para rasul. Mereka selamat dan sukses mengemban risalah dari Allah setelah memenuhi semua prasyarat kemenangan. Allah swt berfirman, “Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah Kami tulis dalam Lauh Mahfuz bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh” (al-Anbiya: 105), “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan suatu apaun dengan Aku. (an-Nur: 55)
Demikian pula dengan umat muslim saat ini, kita akan memenangkan kompetisi peradaban manakala kita telah berhasil, dalam penilaian Allah, memenuhi prasyarat: iman yang kuat, kesalehan individual dan sosial, dan orientasi hidup yang benar hanya kepada Allah dengan beribadah dan tidak menyekutukan-Nya. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Post a Comment