Friday, October 21, 2011

Akhlak Aparat Negara



Oleh: Fahmi Salim, MA.

Al-Qur’an menegaskan 4 kualitas yang harus melekat pada penguasa dan aparatur negara yang telah dipercaya untuk memimpin, yaitu: mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyeru kepada kebaikan, dan mencegah kemunkaran (al-Hajj: 41). Keempat hal itu disimpulkan dalam: 1) kesalehan pribadi dan sosial, dan 2) kontrol masyarakat yang baik. Salah satu indikator kesuksesan Nabi Muhammad setelah hijrah ke Madinah adalah terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Di Madinah, negeri baru yang dipimpin dan digerakkan oleh nilai-nilai ilahi, Nabi tak hanya melahirkan Piagam Madinah yang berisi panduan moral dan perilaku tentang HAM dengan nuansa egaliter, persatuan dan kebebasan beragama. Tapi beliau juga berhasil meletakkan fondasi tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. Sistem peradilan, yang rentan jual beli putusan, harus steril dari mafia hukum. Saat seorang wanita bangsawan Mekkah, Fathimah dari Bani Makhzum, terbukti mencuri dan karena itu keluarganya meminta tolong Usamah bin Zaid yang dikenal kedekatannya dengan Nabi agar membatalkan hukuman, Nabi Muhammad dengan tegas menolaknya. Ia pun bersabda, Sungguh hancurnya ummat sebelum kalian adalah lantaran bila ada seorang bangsawan mencuri mereka biarkan. Sedangkan bila orang miskin yang mencuri lantas mereka hukum. Demi Zat yang Jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sekiranya Fathimah putri Muhammad saw mencuri pasti akan aku potong tangannya! (HR. Bukhari).

Beliau juga mengecam praktik Komisi, tindakan mengambil sesuatu penghasilan diluar gajinya yang telah ditetapkan. Siapa saja yang telah aku angkat sebagai pekerja dalam satu jabatan kemudian aku berikan gaji, maka sesuatu yang diterima diluar gajinya adalah korupsi (ghulul) (HR. Abu Daud). Bahkan menerima Hadiah, mendapatkan suatu pemberian karena jabatan (gratifikasi) yang melekat pada dirinya, oleh Rasulullah saw dilarang, Hadiah-hadiah yang diterima para pejabat adalah penggelapan (ghulul) (HR. Ahmad).

Semangat anti-korupsi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih diwujudkan beliau dalam bentuk ancaman akhirat, seperti keterangan hadis Abu Humaid, “Demi jiwa Muhammad yang ada di dalam genggaman-Nya, tidaklah seseorang melakukan korupsi kecuali pasti dia akan datang pada hari kiamat sambil mengalungkan barang hasil korupsi di lehernya” (HR. Bukhari). Dan untuk menepis asumsi bahwa harta hasil korupsi bisa halal jika didermakan, Nabi tegas menyatakan, Tidak diterima shalat orang yang tidak bersuci dan tidak diterima pula sedekah orang yang melakukan ghulul/korupsi. (HR. Muslim)

Sejatinya itulah salah satu pesan profetik Islam untuk mereformasi mental birokrasi agar kesejahterakan rakyat lahir dan batin jadi kenyataan. Wallahu a’lam.

Dimuat dalam kolom Hikmah-Republika

0 komentar: