SPIRIT
RAMADHAN MENGGAPAI KEBAHAGIAAN HAKIKI DI DUNIA DAN AKHIRAT
Khutbah Idul Fitri 1 Syawwal 1433 H
Disampaikan oleh Ust. H. Fahmi Salim, M.A.
(Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan
Ulama Muda Indonesia)
di Masjid Assalam Jakasampurna
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر (9مرات) لا إله
إلا الله والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد ، . الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى
ودين الحق ليظهره على الدين كله ، أشهد أنى إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد
أن محمدا عبده ورسوله ، أدى الأمانة وبلغ الرسالة ، ونصح الأمة ، وجاهد في الله حق
جهاده ، وتركنا على المحجو البيضاء ، ليلها كنهارها لا يزيغ عنها إلا هالك ، اللهم
صل على محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد ، فيا أيها المسلمون، أصيكم وإياي بتقوى
الله وطاعته في كل وقت لعلكم تفلحون. قال تعالى : { يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُون}. آل عمران 102
Dari Ramadhan Menuju Titik Fitrah
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahil Hamdu
Saudaraku Kaum Muslimin rahimakumullah…
Tidak ada perpisahan yang lebih mengesankan sekaligus mengharukan dari pada perpisahan dengan bulan Ramadhan. Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan ampunan Ilahi. Di dalamnya kita semua dihantarkan secara perlahan
tapi pasti menuju titik fitrah sejati. Titik penciptaan kita yang bersih dan suci, saat manusia tunduk dan taat kepada Allah Al-Khaliq. Allah Sang
Pencipta tidak pernah bermaksud buruk ketika pertama kali menciptakan manusia.
Karena itu tidak mungkin manusia mencapai kesempurnaan dirinya tanpa kembali ke
titik asal diciptakannya. Itulah titik di mana manusia benar-benar menjadi
manusia. Bukan manusia yang penuh lumuran dosa,
kesombongan dan kekejaman.
Bukan manusia yang dipenuhi gelimang kemaksiatan dan kedzaliman.
Allah swt. menurunkan Al Qur’an untuk menjadi pedoman
agar manusia dapat meniti jalan menuju fitrahnya dan tetap komitmen dengan
kemanusiaannya. Yaitu manusia yang saling mencintai karena Allah, saling
memperbaiki menuju keimanan sejati, saling tolong menolong menuju peradaban
yang kokoh, saling membantu dalam kebaikan bukan saling membantu dalam dosa dan
kemungkaran. Allah mengutus nabi-nabi sepanjang sejarah sebagai contoh terbaik
bagaimana menjalankan misi ubudiyah kepada-Nya (wa ma khalaqtu aljinna wal
insa illa li ya’buduni) dan khilafah di muka bumi ini (inni ja’ilun fil
ardhi khalifah). Tidak ada keselamatan kecuali menapaki jejak para Nabi. Dan tidak ada keberkahan kecuali
bersungguh-sungguh menjalankan ibadah seperti yang para Nabi ajarkan. Itulah
tuntunan fitrah. Bahwa setiap manusia tidak akan bisa kembali ke titik
fitrahnya tanpa mengikuti ajaran yang disampaikan para Nabi.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahil
Hamdu
Saudaraku Kaum Muslimin rahimakumullah…
Mari kita
kumandangkan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir membahana di penjuru relung
kehidupan kita. Karena hakikatnya dengan ibadah Ramadhan kita selaku hamba
Allah mendapatkan kemerdekaan hakiki yang merupakan inti pokok dari fitrah
kemanusiaan kita.
Pertama,
Puasa telah mengajarkan
kepada kita untuk zuhud terhadap dunia. Artinya puasa Ramadhan
harus berhasil mengantarkan hamba Allah untuk memerdekakan nafsunya dari perasaan
cinta dunia (hubbud dunya)! Selama sebulan penuh hamba Allah terdidik dan
terbina untuk menjauhi segala kesenangan duniawi yang dihalalkan Rabb-Nya.
Mereka tinggalkan makan, minum, dan berhubungan suami-istri hanya untuk
mendapat ridha Allah dengan tujuan dapat menjauhi semua larangan Allah.
Orang yang
lulus dari madrasah ramadhan sejatinya memandang dunia ini hina, karena ia
menyadari betapa dunia hanyalah tempat persinggahan dan lading untuk menanam
amal saleh menuju kehidupan abadi di akhirat. Orang yang berpuasa sadar bahwa
kehidupan dunia sementara dan tidak tertipu oleh kilauan dan gemerlap dunia.
Dari Jabir
bin Abdillah, sungguh Rasulullah SAW melewati pasar dan orang-orang sedang
sibuk. Lalu beliau melewati bangkai anak kambing yang kupingnya kecil, dan
beliau ambil dengan memegang kupingnya, lalu beliau bersabda: “Siapakah dari
kalian yang ingin membeli bangkai ini seharga satu dirham?” mereka
menjawab: “Kami tidak menginginkannya, lagi pula apa manfaat yang didapat
dari bangkai itu?” lalu Nabi berkata, “Baiklah ini gratis untuk kalian,
apakah kalian mau?” mereka menjawab: “Demi Allah jika kambing itu masih
hidup, kuping yang kecil itu adalah cacat, bagaimana pula dengan bangkainya?”
Rasulullah SAW bersabda:
“Demi Allah, sesungguhnya dunia ini lebih hina di mata Allah dari pada bangkai itu!” (HR. Muslim)
“Demi Allah, sesungguhnya dunia ini lebih hina di mata Allah dari pada bangkai itu!” (HR. Muslim)
Umat yang
ditempa zuhud memandang dunia seperti firman Allah SWT, Ketahuilah, bahwa
Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan,
perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para
petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu. (Surah Al-Hadid: 20)
Kedua, Puasa itu adalah pelajaran ketakwaan yang
sesungguhnya. Artinya, puasa mendidik kita untuk memerdekakan nafsu agar takut
dan taat hanya kepada Allah, bukan makhluk! Semua amaliahnya dikerjakan
dengan ikhlas karena Allah, bukan
untuk dipuji makhluk. Ringkasnya puasa ramadhan telah menciptakan “Kesalehan
Pribadi” yang tiada bandingannya.
Rasulullah
SAW bersabda, “Setiap amal anak-anak Adam adalah kembali untuk dirinya
sendiri, kecuali puasa dikarena ia dilakukan hanya untuk-Ku, dan Aku sendiri
yang akan memberi ganjarannya!” (HR. Muttafaq ‘Alayhi)
Ketiga, puasa ramadhan memerdekakan jiwa hamba
Allah dari sifat bakhil dan serakah. Hal ini dibuktikan dengan dorongan jiwa
yang berangkat dari keyakinan ajaran Rasulullah SAW yang mendorong umat untuk
berbagi dengan sesama hamba yang tidak mampu secara ekonomi. Di bulan ramadhan
itulah, Rasulullah SAW menunjukkan kedermawanannya yang luar biasa melebihi zakat
(mal dan fitrah), sedekah, infak dan amal filantropis yang dikeluarkan pada
bulan selain ramadhan sebagaimana diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah RA.
Artinya puasa ramadhan juga sukses mengantarkan hamba Allah agar memiliki “Kesalehan
Sosial” dengan sikap kedermawanan dan saling berbagi rizki kepada
sesama.
Kita tak hanya memerdekakan diri kita dari sifat
bakhil dan zalim, tetapi juga sekaligus memerdekakan kaum dhuafa dan fakir
miskin dari belenggu ekonomi yang melilit mereka..!
Keempat, Puasa itu dengan akhlak Muraqabatullah
(perasaan diawasi Allah) yang melekat dalam dirinya, sanggup memerdekakan jiwa
dari nafsu untuk lacur, curang, korup dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of
power). Sikap-sikap tercela itulah yang selama ini telah membelenggu bangsa
kita yang dikenal dengan indeks korupsi dan penegakan hukum yang lemah dan tak
kunjung membaik. Puasa ramadhan sudah seharusnya kita jadikan sarana dan alat
yang efektif untuk menekan nafsu dan syahwat kerusakan etika politik dan hukum
dengan mewujudkan “Kesalehan Publik”.
Nilai-nilai
siddiq (kejujuran), amanah (trust), muhasabah (akuntabilitas), keadilan, ihsan
(profesionalitas), dan muraqabatullah yang dilahirkan dari praktek shiyam
ramadhan sudah seharusnya diwujudkan dalam kehidupan publik menata kehidupan
bernegara yang menjunjung tinggi hukum, keadilan ekonomi dan keadilan sosial
yang merata untuk kemakmuran rakyat banyak.
Ingat,
perintah ibadah puasa di dalam Al-Qur’an diakhiri dengan firman Allah SWT yang
berbunyi, “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu
mengetahui.” (Al-Baqarah
: 188) sebagai sinyal kuat agar ibadah puasa dapat mewujudkan Kesalehan Publik,
dan tidak boleh berhenti pada kesalehan pribadi saja.
Ajaran Islam
secara tegas mengecam praktik “Komisi”, yaitu tindakan mengambil sesuatu
penghasilan diluar gajinya yang telah ditetapkan. "Siapa saja yang
telah aku angkat sebagai pekerja dalam satu jabatan kemudian aku berikan gaji,
maka sesuatu yang diterima diluar gajinya adalah korupsi (ghulul)"
demikian tegas Rasul (HR. Abu Daud). Bahkan menerima “Hadiah”,
mendapatkan suatu pemberian karena jabatan (gratifikasi) yang melekat pada
dirinya, oleh Rasulullah saw dilarang, “Hadiah-hadiah yang diterima para
pejabat adalah penggelapan (ghulul)” (HR. Ahmad).
Semangat
anti-korupsi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih diwujudkan Rasulullah
SAW dalam bentuk ancaman akhirat, seperti keterangan hadis Abu Humaid, setelah
beliau mengetahui seorang petugas zakat yang melaporkan hasil penerimaan zakat
ternyata mendapat hadiah gratifikasi dari para wajib zakat, “Demi jiwa
Muhammad yang ada di dalam genggaman-Nya, tidaklah seseorang melakukan korupsi
kecuali pasti dia akan datang pada hari kiamat sambil mengalungkan barang hasil
korupsi (ghulul) di lehernya” (HR. Bukhari).
Dalam
semangat yang sama, Islam menepis asumsi bahwa harta hasil korupsi bisa halal
jika didermakan untuk sedekah dan pembangunan sarana Islam, Nabi tegas
menyatakan, "Tidak diterima shalat orang yang tidak bersuci dan tidak
diterima pula sedekah orang yang melakukan ghulul/korupsi." (HR.
Muslim)
Itulah
empat aspek utama yang tumbuh bersama spirit ibadah puasa ramadhan dalam
kehidupan keseharian kita.
Jadikan
Al-Qur’an sebagai Pedoman Hidupmu
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahil
Hamdu
Saudaraku Kaum Muslimin rahimakumullah…
Secara
khusus Allah SWT memilih bulan Ramadhan sebagai titik tolak turunnya petunjuk
Allah bagi seluruh manusia yaitu Al-Qur’an. Mengenai rahasia dibalik pemilihan
tersebut, Syeikh Mahmud Syaltut,
mantan Grand Syekh Al-Azhar Mesir menuturkan, “Karena Al-Qur’an berfungsi
secara kuat untuk menyucikan hati dan meningkatkan kualitas ruh, maka cara kita
mensyukurinya harus dengan ibadah yang sepadan dengan nikmat itu dalam makna
dan dampaknya, yaitu puasa yang juga berfungsi menyucikan hati dan meningkatkan
kualitas ruh”. (kitab Al-Islam Aqidatan wa Syari’atan, hlm.111)
Al-Qur’an diturunkan
oleh Allah Rabbul ‘Alamin untuk memerdekakan manusia dari hukum dan sistem
nilai buatan manusia yang zalim, dan mengarahkan mereka untuk tunduk kepada
hukum dan system nilai Ilahi yang adil.
Dari hasil tadabbur berbagai ayat Al-Qur’an, kita dapat memetik pelajaran
dan pesan berharga tentang konsekuensi menjadikan Al-Qur’an sebagai petujuk dan
pedoman hidup.
Pertama, meyakini hidayah Al-Qur’an sebagai satu-satunya pilihan, dan tak ada
solusi lain selain dari Al-Qur’an. Inilah pesan yang diambil dari firman
Allah ta’ala,
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ
كَرِيمٍ ﴿١٩﴾ ذِي قُوَّةٍ عِندَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ ﴿٢٠﴾ مُطَاعٍ ثَمَّ
أَمِينٍ ﴿٢١﴾ وَمَا صَاحِبُكُم بِمَجْنُونٍ ﴿٢٢﴾ وَلَقَدْ رَآهُ
بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ ﴿٢٣﴾ وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ ﴿٢٤﴾ وَمَا
هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ ﴿٢٥﴾ فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ ﴿٢٦﴾ إِنْ
هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِّلْعَالَمِينَ ﴿٢٧﴾ لِمَن شَاء مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ
﴿٢٨﴾
Sesungguhnya Al Qur'aan itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh)
utusan yang mulia (Jibril), Yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan
tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arsy, Yang ditaati di sana (di alam
malaikat) lagi dipercaya. Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang
yang gila. Dan Sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.
Dan dia (Muhammad) bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. Dan
Al Qur'aan itu bukanlah perkataan syaitan yang terkutuk, 26. Maka ke manakah
kamu akan pergi? Al Qur'an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta
Alam, (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. (QS. At-Takwir [81] :
19-28)
Setelah Allah ta’ala mengungkap bukti-bukti kebenaran
Al-Qur’an dari sisi Allah dengan menjelaskan sifat malaikat Jibril yang mulia
sebagai perantara wahyu Allah, Ia menyatakan, “maka ke manakah kamu akan
pergi?” fa ayna tadzhabuun. Pesan terdalamnya adalah setelah Allah
jelaskan dengan bukti-bukti yang valid dan terang benderang akan kebenaran
petunjuk Allah di dalam Al-Qur’an sebagai satu-satunya jalan hidup bagi mereka,
maka dengan metode dan cara atau manhaj apa lagikah yang ditempuh kaum beriman
dalam menapaki kehidupan di muka bumi ini?
Apakah kita masih ragu dan bimbang, di tengah kepungan barang dagangan
ideologi-ideologi buatan manusia, padahal sudah begitu terang dan lengkapnya
petunjuk Allah dalam Al-Qur’an buat kita semua. Sebab Al-Qur’an tak lain adalah
peringatan dan jalan hidup yang paling baik dan sesuai fitrah manusia, tentu
saja bagi manusia-manusia yang mau menempuh jalan yang lurus. Itulah pesan ayat
27 dan 28 surah At-Takwir. Itulah juga pesan yang tersirat dalam firman Allah
berikut ini,
قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ
عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ ﴿٨٦﴾ إِنْ هُوَ
إِلَّا ذِكْرٌ لِّلْعَالَمِينَ ﴿٨٧﴾ وَلَتَعْلَمُنَّ نَبَأَهُ بَعْدَ حِينٍ
﴿٨٨﴾
Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu
atas da'wahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.
Al-Qur'an Ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. Dan
Sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al-Qur'an setelah beberapa
waktu lagi. (QS. Shaad [38] : 86-66)
Kedua,
yakinilah kebenaran Al-Qur’an dan segala petunjuknya untuk kebaikan hidup
manusia dan alam semesta. Jangan sampai kita terlambat mengakui kebenaran
Al-Qur’an, yang diturunkan oleh Allah hanya dengan membawa kebenaran. Sebab
persoalan terbesar yang menghalangi proyek peradaban Allah saat ingin
diterapkan adalah ketiadaan iman dan ketidakyakinan orang muslim sendiri
ataupun non-muslim bahwa Al-Qur’an adalah solusi kehidupan yang sempurna.
وَبِالْحَقِّ أَنزَلْنَاهُ
وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا
﴿١٠٥﴾ وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ
وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً ﴿١٠٦﴾ قُلْ آمِنُواْ بِهِ أَوْ لاَ تُؤْمِنُواْ
إِنَّ الَّذِينَ أُوتُواْ الْعِلْمَ مِن قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ
يَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ سُجَّدًا ﴿١٠٧﴾ وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِن
كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولاً ﴿١٠٨﴾ وَيَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ
يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا* ﴿١٠٩﴾
Dan kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenar-benarnya dan Al-Qur'an itu
telah turun dengan (membawa) kebenaran. dan kami tidak mengutus kamu, melainkan
sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dan Al-Qur'an itu telah
kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan
kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian. Katakanlah:
"Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah).
Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur'an
dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,
Dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami, Sesungguhnya janji Tuhan kami
pasti dipenuhi". Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis
dan mereka bertambah khusyu'. (QS. Al-Israa’ [17] : 105-109)
Ketiga,
ayo format ulang diri kita sebagai muslim agar selaras dengan tuntunan
Al-Qur’an, dan memperbarui perangkat penerimaan akal dan kalbu kita seperti halnya
para sahabat Rasulullah saat menerima inspirasi dan aspirasi Al-Qur’an.
Bangsa Arab sebelum Islam telah menjalani hidup mereka dengan sistem
jahiliyah yang sesat dan kejam. Ketika Muhammad SAW diangkat sebagai rasul dan
Al-Qur’an diturunkan kepadanya di tengah-tengah mereka, hal itu memunculkan ‘big
bang’ dalam kehidupan mereka. Dengan Al-Qur’an, Rasul telah merubah mereka
secara radikal (hingga ke akar-akarnya) dan membentuk mereka dengan celupan
yang baru.
Al-Qur’an telah melahirkan revolusi akal dan persepsi di tengah mereka,
merevolusi mental dan perasaan mereka dan juga merevolusi perilaku kebiasaan mereka.
Hal itu terjadi karena mereka membuka akal dan hatinya untuk Al-Qur’an.
Perangkat penerimaan mereka juga berfungsi maksimal, karena kesadaran untuk
menerimanya dan kebebasan untuk memilih mana yang paling baik. Itu semua karena
pengaruh Al-Qur’an yang telah merasuk ke dalam jiwa-jiwa mereka, seperti
tergambar dalam firman-Nya, “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik
(yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar
karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabb-nya kemudian menjadi tenang
kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah dengan
kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Az-Zumar [39] : 23)
Para sahabat telah menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan dan pedoman hidup
mereka. Dalam setiap aspek kehidupan, mereka selalu bersandar dan merujuk
kepada Al-Qur’an. Setiap ayat Al-Qur’an turun yang berisi perintah atau
larangan, mereka bersegera melaksanakan dan mengamalkannya tanpa mengulur-ulur
waktu, menunda apalagi ragu-ragu. Inilah yang membuat generasi sahabat,
merupakan satu-satunya generasi Qur’ani yang istimewa (jayl Qur’ani fariid).
Mereka tidak membaca Al-Qur’an untuk tujuan intellectual exercise,
juga bukan untuk sekedar menikmati alunan merdu ayat-ayat yang dibacakan atau
sekedar menambah besaran volume pahala. Namun ciri khas yang
membuat mereka unik adalah mereka membaca dan mempelajari Al-Qur’an untuk
diamalkan isinya setelah mendengarnya.
Sehingga tidak berlebihan ketika Syekh Rasyid
Ridha menyatakan bahwa kegemilangan dan kejayaan umat Islam perdana tak lain
disebabkan kaum muslimin saat itu konsisten menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber
petunjuk (atsaran lil ihtida’ bil-Qur’an). Lebih jauh, beliau meyakini
bahwa generasi muslim terbaik yang pada saat itu mampu menaklukkan 2 adidaya
dunia, Persia dan Romawi, dan memerintah wilayah kekuasaan yang terbentang luas
dengan sukses, disebabkan mereka berpanduan kepada Al-Qur’an sebagai sumber
nilai dan hukum yang mengatur semua aspek keduniaan. (lihat Tafsir Al-Manar,
Vol.1/11)
Pada era jahiliah, mereka semua mempunyai hobi berat menenggak khamr
(minuman keras) dan menghidangkannya di pelbagai jamuan. Sampai-sampai ada
lebih dari 100 istilah nama bagi khamr yang mereka kenal. Allah yang Maha Bijak
tahu persis keadaan mereka ini, maka ia mengharamkannya secara bertahap. Hingga
pada akhirnya turun ayat yang tegas mengharam-kannya, di dalam surah Al-Maidah.
Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ
مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٩٠﴾
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. (QS. Al-Maidah [5] : 90)
Atas dasar ayat ini pula, Nabi Muhammad telah menetapkan pengharaman minum
khamr dan menjualnya serta menghadiahkannya kepada orang lain. Saat ayat Al-Qur’an
turun dengan tegas mengharamkannya, mereka datang sambil membawa drum-drum,
bejana dan botol-botol penyimpanan khamr, mereka tumpahkan semua khamr yang
mereka simpan di jalan-jalan Madinah, sebagai pernyataan kebebasan mereka dari
budaya minum khamr yang mengakar.
Sungguh ajaib, kebersihan jiwa yang telah diasah oleh nur/cahaya nubuwwah
dan Al-Qur’an telah menyebabkan mereka tunduk patuh tanpa ragu kepada syariah
Allah. Hingga dikisahkan, ada sebagian sahabat yang tengah mendengarkan ayat
ini, sementara di tangannya ada segelas khamr dan sebagian sudah masuk ke mulut
mereka, langsung dimuntahkannya, sambil berkata, intahayna ya Rabb
intahayna.. (kami telah berhenti wahai Rabb, kami sudah berhenti!),
sebagai respon firman Allah, "fa hal antum muntahuun?" (maka
apakah kalian mau hentikan kebiasaan itu?) (QS. Al-Maidah [5] : 91)
Sikap dan mental yang sudah dimerdekakan Al-Qur’an itu sungguh luar biasa,
dan itu tak hanya sebatas kaum laki-laki saja. Kaum wanita pun menunjukkan
sikap dan kepatuhan yang luar biasa, seperti halnya kaum laki-laki.
Para wanita muslimah yang telah mencerap cahaya Al-Qur’an sangat mematuhi
dan sigap melaksanakan perintah ataupun menjauhi larangan Allah. Ketika Allah
mengharamkan tabarruj (berhias dan bersolek) ala jahiliah dan memberikan
solusi anti-tesis dari tabarruj yaitu hijab/jilbab, mereka semua patuh
melaksanakannya.
Sebagai ganti dari tabarruj, Allah menetapkan life style baru
bagi kaum wanita muslimah, yaitu dengan menjaga kehormatan, menutup aurat,
memelihara adab dalam segala situasi dan kondisi, dan memakai jilbab atau
khimar (dengan menjulurkan kerudung hingga menutupi dada bagian atas, hingga
leher, dada dan telinga plus rambut).
Soal perubahan gaya hidup yang revolusioner dalam kehidupan wanita,
terlebih dalam soal penampilan, perhiasan dan pakaian, Ummul Mukminin Aisyah
istri Rasulullah menggambarkannya sebagai berikut, “Semoga Allah merahmati
para wanita muhajirin yang terdahulu. Ketika turun ayat, “dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya.” (QS. An-Nuur [24] : 31), seketika itu
pula mereka merobek kain yang dimiliki lalu menggunakannya sebagai kerudung.”
(HR. Bukhari). Dalam riwayat lain beliau berkata, “Demi Allah, sungguh aku
tidak pernah melihat yang lebih utama daripada wanita-wanita Anshar, dan tidak
pula lebih kuat pembenarannya terhadap kitabullah melebihi mereka. Saat turun
ayat An-Nur, suami-suami mereka menemui mereka seraya membacakan ayat yang baru
diturunkan oleh Allah ta’ala kepada mereka…Tak seorang pun wanita diantara
mereka melainkan mengambil kainnya yang bergambar lalu mengerudungkan di
kepalanya sebagai pembenaran dan iman kepada perintah Allah dalam kitab-Nya.
Maka merekapun berada di belakang Rasulullah dengan berkerudung, seakan-akan di
atas kepala mereka ada burung gagak”. (HR. Ibnu Abi Hatim)
Begitulah sikap para wanita muslimah ketika Allah menurunkan ketetapan
syariah bagi mereka, tanpa ragu-ragu dan menunda-nunda. Mereka tidak pernah menunggu
sehari dua hari atau lebih sampai mereka beli pakaian dan kerudung baru yang
cukup lebar untuk terjulur ke dadanya. Atau tak ada yang berkilah dengan
pernyataan “jilbabkan hati terlebih dahlulu sebelum jilbab menutup kepala
dan dada”. Namun segera mereka merobek kain, gorden atau seprei kasur untuk
mengerudungkannya di kepala, tanpa memedulikan penampilan, sehingga di atas
kepala mereka seakan ada burung gagaknya.
Demikianlah keajaiban petunjuk Al-Qur’an, sehingga ia mampu mengubah semua
sisi kehidupan tiap manusia yang dijumpainya, berubah total dari system
jahiliah kepada Islam.
Keempat, siap dan rela untuk diatur oleh ketetapan Al-Qur’an dalam seluruh sendi
kehidupan. Di antara fungsi Al-Qur’an adalah sebagai hudan, petunjuk
kebahagiaan untuk manusia. Ia juga semestinya menjadi
dasar dan landasan bagi konstitusi kenegaraan dalam kehidupan masyarakat
muslim. Sebagaimana Al-Qur’an harus menjadi rujukan kaum Muslimin dalam
pelbagai soal akidah, ibadah dan akhlak, maka sudah sepantasnya Al-Qur’an
menjadi landasan konstitusi bernegara dan politik dalam kehidupan umat Islam.
Karena sesuai karakternya, Al-Qur’an tak hanya kitab yang menunjuki jalan
dari gelap ‘zhulumat’ menuju cahaya Allah (QS. Ibrahim [14] : 1), sebagai
pembawa kebenaran dalam arti membenarkan dan menjadi batu ujian bagi apa yang
Allah turunkan sebelumnya (QS. Al-Maidah [5] : 48), tetapi juga agar Al-Qur’an
menjadi kitab rujukan, hukum dan perundangan dalam mengadili antara manusia.
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنزَلْنَا
إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللّهُ
وَلاَ تَكُن لِّلْخَآئِنِينَ خَصِيمًا ﴿١٠٥﴾
Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah),
Karena (membela) orang-orang yang khianat, (QS. An-Nisaa [4] : 105)
Bahkan ujung/ekor ayat tersebut turun berkaitan dengan pencurian yang
dilakukan Thu'mah dan ia menyembunyikan barang curian itu di rumah seorang
Yahudi. Thu'mah tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh bahwa yang
mencuri barang itu orang Yahudi. Hal ini diajukan oleh kerabat-kerabat Thu'mah
kepada nabi saw. dan mereka meminta agar nabi membela Thu'mah dan menghukum
orang Yahudi, kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang itu ialah
Thu'mah, nabi sendiri hampir-hampir membenarkan tuduhan Thu'mah dan kerabatnya
itu terhadap orang Yahudi. Lihatlah betapa hukum Allah itu pasti adil dan
menentramkan, dan keadilannya juga mencakup non-muslim. Siapa pun yang berkhianat
mesti dihukum, walaupun ia muslim. Dan Rasul pun dilarang untuk menzalimi pihak
tertuduh, meskipun ia non-muslim, karena hanya untuk membela muslim yang
berkhianat. Menegakkan hukum Allah pasti akan memberikan keadilan dan
ketentraman, serta rahmat bagi alam semesta tanpa pandang bulu.
Bahkan Allah SWT karena begitu menekankan soal kewajiban
berhukum kepada hukum-Nya semata, Dia tidak menggunakan perantara Rasul-Nya
seperti lazimnya perkataan Rasul di dalam Al-Qur’an yang didahului redaksi
“Qul” (katakanlah!). Betapa pentingnya hal itu, sehingga Allah sendiri yang
langsung menitahkan hal tersebut, dengan perkataan Rasul, menyatakan, "Maka
patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah
menurunkan Kitab (Al-Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah
kami datangkan Kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al-Qur'an itu
diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali
termasuk orang yang ragu-ragu." (QS. Al-An’am [6] : 114)
Inilah juga rahasia mengapa surah Al-An’am yang berisikan ayat-ayat
perintah dan larangan dengan metode talqin (pendiktean) dan ayat pentingnya
berhukum dengan hukum Allah itu, diturunkan seluruhnya sekaligus dalam satu
malam. Dan dari sinilah, kita dapat memahami betapa pentingnya kandungan surah
ini bagi umat manusia, sehingga saat surah itu turun ke bumi dibawa oleh
Jibril ‘alayhi assalam, turut diiringi dan disaksikan oleh 70.000
malaikat yang bergemuruh membaca tasbih dan tahmid kepada Allahta’ala.
(HR. Thabrani dari ‘Abdullah ibn Umar)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamd…
Semoga kemenangan kita di hari yang fitri ini dapat mengantarkan kita
menyadari pentingnya kita semua mematuhi semua petunjuk Allah di dalam
Al-Qur’an agar kita selamat di dunia dan sejahtera di akhirat kelak. Amin Ya
Rabbal ‘Alamin.
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم
ونفعني وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah II
الله أكبر (7مرات) لا إله
إلا الله والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد ، الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ، ومن سيئات أعمالنا ، من يهد الله فلا مضل له ، ومن
يضلل فلا هادي له ، أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله ، أشهد أن
لا إله إلا الله وحده لا شريك له. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله . اللهم صل على محمد
وعلى آله وصحبه أجمعين. وبعد ، فيا أيها المسلمون، أصيكم وإياي بتقوى الله وطاعته
في كل وقت لعلكم تفلحون. قال تعالى : { يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ(التوبة119).
* * *
إن الله وملائكته يصلون على
النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل على محمد في الأولين
وصل على محمد في الآخرين. اللهم اغفر لنا ذنوبنا وكفر عنا سيئات وتوفنا مع الأبرار
. اللهم إنا نسألك من الخير كله عاجله وآجله ما علمنا منه ومالم نعلم ونعوذبك من
الشر كله عاجله وآجله ما علمنا منه وما لم نعلم. اللهم اغفر لنا ولإخواننا الذين
سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم. اللهم
اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات إنك غفور رحيم.
_________
عباد الله إن الله يأمركم
بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم
تذكرون، فاذكروا الله يذكركم ولذكر الله أكبر …
الله أكبر ، الله أكبر ،
الله أكبر ، لا إله إلا الله والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد. تقبل الله منا
ومنكم وكل عام وأنتم بخير ،
والسلام عليكم ورحمة الله
وبركاته
0 komentar:
Post a Comment