Friday, October 21, 2011

Amanah dan Law Enforcement



Oleh: Fahmi Salim, M.A.

Sebagai agama yang sempurna, Islam secara total mengatur hubungan antara makhluk dengan sang Khaliq, hubungan antar sesama makhluk; manusia dengan manusia, bahkan manusia dengan alam sekitarnya. Dalam banyak hal, kualitas hubungan antar manusia adalah refleksi dari kualitas hubungan manusia dengan Tuhannya. Salah satunya adalah kualitas Amanah.

Kata al-amanah yang secara bahasa berarti “jujur dan lurus”, memiliki arti syar’I sebagai “sesuatu yang harus dijaga dan disampaikan kepada yang berhak menerimanya”. Karena sejatinya amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada orang lain disertai dengan rasa aman dari pemberinya, karena kepercayaannya bahwa apa yang diamanatkan itu akan aman dan dipelihara dengan baik, serta keberadaannya aman di tangan yang diberi amanat itu.

Ada ulasan menarik yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsirnya. Berdasarkan Q.s. al-Mu’minun: 8, al-Ma’arij: 32, al-Baqarah: 283, al-Anfal: 27 dan an-Nisa’: 58 beliau membagi tingkatan amanah yang harus dipraktekkan setiap mukmin dalam kehidupannya menjadi 3:

Pertama, Amanah hamba kepada Allah. Yaitu menepati janji mereka untuk menaati semua perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, serta menggunakan hati nurani dan anggota tubuhnya untuk hal-hal yang bermanfaat baginya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga segala bentuk maksiat dan dosa adalah pengkhianatan terhadap Allah. 

Kedua, Amanah hamba kepada sesamanya, yaitu menjaga sesuatu yang diterima dan menyampaikannya kepada yang berhak menerima. Orang yang dititipi barang atau pinjaman maka ia wajib menyerahkan kembali kepada pemiliknya dalam keadaan seperti semula. Pun saat ia diamanati suatu rahasia maka ia wajib menjaga rahasia itu dari kebocoran. Amanah semacam ini juga, menurut Imam Al-Razi, mencakup kejujuran para penguasa dan ulama dalam membimbing masyarakat. Oleh karena itu, para pemimpin formal yang culas dan ulama yang membawa masyarakat kepada kebatilan, serta suami atau istri yang menceritakan rahasia pribadinya adalah pengkhianat.  

Ketiga, Amanah hamba kepada dirinya sendiri. Allah membekali manusia dengan anugerah wahyu dan akal untuk membedakan antara yang hak dan yang batil. Oleh sebab itulah manusia menjadi makhluk Allah yang paling mulia. Ia tidak boleh memilih sesuatu untuk dirinya, kecuali yang paling bermanfaat untuk dirinya, baik menurut standar nilai agama maupun kemanfaatan dunia, dan tidak boleh mementingkan hawa nafsu di atas kepentingan akhirat. Termasuk juga bersifat amanah adalah orang yang menjaga diri dan waspada dari sebab-sebab kematian yang ditimbulkan oleh penyakit maupun bencana alam. Karena kehidupan ini adalah amanah yang Allah titipkan kepada kita agar kita merawatnya dengan sebaik mungkin. Sembrono dan lalai menyikapi nikmat hidup sama artinya mengkhianati amanah Allah. (Tafsir al-Manar, vol.5/176)

Pengaruh kualitas Amanah juga amat penting dalam rangka law enforcement di kancah sosial. Sehingga oleh Al-Qur’an (an-Nisa’: 58), perintah amanah didahulukan atas keadilan, karena amanah merupakan sumber keadilan dalam menetapkan suatu hukum. Sebab menjaga dan menyampaikan amanah adalah fitrah manusia, jika amanah terjaga, maka manusia tidak perlu menuntut keadilan. Maka ditengah kesulitan kita mengatasi ganasnya korupsi massif dalam kehidupan berbangsa, maka solusi Qur’ani sudah amat sangat jelas, yaitu budayakan sifat amanah dan tegakkan hukum seadil-adilnya dalam setiap sendi kehidupan kita.

Dimuat dalam kolom Hikmah-Republika

0 komentar: