Pemetaan Problematika Muslim, Potensi dan Solusinya Bagi Gubernur DKI Terpilih
Selasa, 10 Juli 2012
Oleh: H. Fahmi Salim, M.A
SENIN
kemarin saya mengisi acara talkshow dan dialog pilgub DKI yang dihelat
oleh SALAM UI di Perpustakaan Pusat UI Depok dengan tema “Quo Vadis Muslim Ibukota?”. Besok,
11 Juli 2012, warga Jakarta akan segera memilih pemimpin brunya. Entah
itu pemimpin yang baru dalam arti wajah baru dengan programnya atau
wajah yang lama (incumbent) dengan semangat baru. Kita tetap
berdoa semoga Pemilukada DKI berjalan lancar dan menghasilkan pemimpin
'baru' yang berkualitas dan memenuhi ekspektasi warga Jakarta.
Tulisan
singkat berikut ini hanya berupa catatan harapan dan beberapa pokok
pikiran ulama DKI yang sempat saya rekam dan saya catat. Secara pribadi,
saya tidak berani menyebut diri ini ulama. Jadi ini hanyalah
pokok-pokok pikiran aspirasi para ulama tentang harapannya terhadap
pemimpin DKI yang telah saya rekam.
Fakta Jakarta
Seperti
diketahui, Jakarta adalah Ibukota negara, yang juga barometer
pembangunan nasional. Selain itu, di tempat ini ada banyak agama (multi
agama), etnis dan kultur.
Jakarta juga memiliki tingkat disparitas ekonomi yang sangat tinggi.
Dari rakyat kecil kumuh sampai elit politik dan ekonomi semua tinggal di
Jakarta.
Ketika bicara warga Jakarta, maka fokus kita adalah
warga kelas dua ke bawah, menengah ke bawah. Sebab kelompok ekonomi
mapan mereka lebih pragmatis dan tidak terlalu peduli dengan urusan
sehari-hari warga Jakarta. Mereka terdiri dari warga asli Jakarta suku
Betawi dan warga urban yang mencari peruntungan dan nafkah di Jakarta.
Warga Betawi dan urban yang terdiri dari dua segmen; mapan dan kurang
mapan.
Potensi Muslim
Di Jakarta, juga banyak tinggal kaum Muslim yang kritis, well uducated. Banyak ulama, kaum intelektual, pebisnis, penulis, dan mereka yang berperan sebagai agen-agen social of change.
Ormas-ormas Islam, bahkan menempatkan kantor pusatnya di Jakarta.
Banyak kegiatan agama dan kajian-jakian mulai dari kitab kuning hingga
kajian modern ada di Jakarta.
Problematika Muslim Ibukota:
Kualitas pembangunan manusia seringkali memakai indikator fisik
materil, mengabaikan kualitas religiusitas dan spiritualitas moralitas
warga. Padahal faktor inilah yang kendalikan dan tentukan manfaat
mudarat capaian fisik materil.
Pembangunan fisik Jakarta mungkin paling maju di Indonesia tapi itu tidaklah menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan warganya.
Sudah
banyak paradigma material dalam pembangunan Jakarta, sebagian sudah
berhasil dan yang lainnya belum berhasil terus menerus diminimalkan
dampak negatifnya. Namun, para ulama DKI Jakarta memandang penting
paradigma pembangunan yang seimbang dan kokoh dalam aspek moral,
spiritual dan material.
Para ulama menamakannya, “Pembangunan Moril Materil dengan Indikator Bersih, Manusiawi dan Relijius” .
Maksunya Jakarta BERSIH, dari
sampah, pungli, pemukiman kumuh, korupsi, maksiat, premanisme, tawuran,
kriminalitas, birokratisasi, kemacetan, narkoba, banjir, limbah
industri, bantaran kali ciliwung dan in-efesiensi anggaran. Semua
penyakit sosial dan lingkungan hidup ada di Jakarta. Juga Aliran sesat
harus bersih dari Jakarta, sebagai bentuk perlindungan akidah umat
Islam.
Dengan paradigma ini para ulama berharap agar gubernur
terpilih nanti dapat mewujudkan Jakarta sebagai kota paling nyaman,
aman dan kondusif bagi investasi di Asean dan Asia.
Jakarta harus juga MANUSIAWI dengan beberapa hal;
Pertama, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, pendekatan
sosial agama dan tokoh agama dan masyarakat, membangun solidaritas
sosial, relokasi pemukiman di bantaran ciliwung, memasalkan rusunawa u
masyarkat miskin/tidak mampu nb: selama ini rusun atau apartemen
bersubsisdi diisi oleh ekonomi menengah dengan parkir mobil berderet dan
ber-AC artinya tidak tepat sasaran..
Kedua, revitalisasi sarana transportasi yang aman dan
nyaman, selain memaksimalkan busway dan MRT, Pemda harus meremajakan
moda angkutan massal kota yang sudah mulai rongsok, bau dan penuh dengan
polusi udara.
Ketiga, lingkungan hidup yang nyaman, asri dan hijau, sehat
buat warga dan merawat maksimal serta menambah fasilitas dan sarana
olahraga.
Keempat, pengendalian pasar modern dan mall, maksimalkan fungsi dan peran pasar rakyat tradisional.
Kelima, memelihara kohesi sosial, ketertiban, keamanan dan
keharmonisan antar seluruh pemeluk agama, etnis, budaya bersama semua
stakeholders-nya.
Keenam, memberikan jaminan sosial dan rehabilitasi bagi masyarakat marjinal seperti anak jalanan, pengemis, dan tunawisma.
Ketujuh, menerbitkan perda-perda yang mewujudkan ketahanan
sosial ekonomi dan melindungi generasi masa depan warga seperti;
larangan miras (Miras), prostitusi dan perjudian. Ini dalam rangka
mewujudkan maqashid syariah yang melindungi pilar-pilar kemanusiaan
warga DKI.
Selain itu, Jakarta juga harus RELIJIUS dengan beberapa hal;
Pertama, memperhatikan kondisi dan memberdayakan masjid dan
musholla ibukota. Pemda wajib menjamin agar pengusaha pasar, mall,
bisnis properti dan perkantoran di seluruh Jakarta menyediakan sarana
rumah ibadah yang nyaman, bersih dan representatif
Kedua, memberikan tunjangan operasional bagi masjid,
musholla, dan remaja masjid utk mendukung revitalisasi nilai etis
keagamaan sbg basis penguatan character building.
Ketiga, menggalakkan dan meningkatkan zakat dan pemberdayaan
ekonomi umat, dg menciptakan sentra-sentra ekonomi umat berbasis masjid
dan komunitas serta mengawasi pelaksanaannya.
Keempat, memberikan fasilitas dan kenyamanan yang maksimal
bagi para jamaah haji asal DKI Jakarta yang kelas reguler dengan subsidi
anggaran sejak proses pelayanan, pengurusan, proses keberangkatan,
manasik, pemondokan, katering hingga kepulangan dari tanah suci.
Kelima, mengarahkan warga DKI yang berniat ibadah haji dan
travel haji-umroh yang beroperasi di wilayah DKI Jakarta utk membayar
ONH di bank-bank syariah sbg bentuk keberpihakan memajukan ekonomi dan
perbankan syariah.
Keenam, meningkatkan fungsi dan fasilitas Jakarta Islamic Center sebagai pusat peradaban Islam dan Islamic Learning Center, pengembangan pusdiklat dakwah praksis sosial.
Ketujuh, membuat dan menganggarkan TV Islam komunitas DKI spt JakTV bekerjasama dg swasta nasional.
Kedelapan, mencanangkan dan mewujudkan DKI Jakarta sebagai
Ibukota Kebudayaan dan Pemikiran Islam di Asean dan level OKI (Rabithah
Alam Islami).
Karenanya, para ulama DKI merekomendasikan enam kreteria kepemimpinan calon pemimpin DKI sebagai berikut;
Pertama, kepemimpinan yang soleh dan amanah
Kedua, kepemimpinan yang peduli dan mengayomi
Ketiga, kepemimpinan yang tegas dan bijak
Keempat, kepemimpinan yang solidarity maker
Kelima, penerapan good governance, bebas pungli dan korupsi di semua level birokrasi
Keenam,
kepemimpinan yang komitmen memberantas maksiat dan kemunkaran, serta
aliran sesat dan bimbingan kepada para pengikutnya. Allahu Almuwaffiq
ila Aqwami Thariq.*
Penulis adalah Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia, serta Komisi Pengkajian di MUI Pusat
Tuesday, July 10, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment